PALANGKA RAYA – Di ujung jalan tanah Desa Cempaka Mulia Timur, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, suara riuh anak-anak kerap terdengar di sela rerimbunan pohon karet dan rotan. Dari tempat itulah, seorang bocah lelaki tumbuh dengan mimpi yang lebih luas daripada batas kebun tempatnya bermain. Namanya Ahmada Dahlan.
Lahir pada 25 Juli 1990 dari pasangan Ahmad Dahlan Kusuma Jaya dan Mariana, keluarga sederhana ini mewariskan warisan paling berharga: etos kerja keras dan kejujuran. Kedua nilai itu melekat erat pada diri Ahmada—nilai-nilai yang mengantarnya menduduki posisi terhormat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kalimantan Tengah.
Perjalanannya jauh dari kata instan. Namun yang pasti, langkahnya tak pernah mengenal kata menyerah.
Tak bisa dipisahkan dari sejarah darahnya, Ahmada adalah cucu dari Haji Kusuma Jaya, seorang veteran pejuang kemerdekaan. “Kakek adalah guru kehidupan pertama saya. Ia mengajarkan arti berdiri tegak, meski dunia mencoba menjatuhkan,” ungkapnya suatu sore di sela tugasnya sebagai komisioner.
Semangat itu terbukti sejak masa muda. Di kampus IAIN Palangka Raya, nama Ahmada mencuat bukan karena nilai akademis semata, tapi karena semangat organisasinya yang menyala-nyala. Ia memimpin Senat Mahasiswa, KPUM, hingga HMI Komisariat. Setiap rapat, debat, dan aksi, menjadi kawah candradimuka kepemimpinan yang menempanya menghadapi dunia nyata.
Selepas kuliah, Ahmada memilih jalan sunyi: menjadi tenaga kontrak di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Lima tahun ia jalani tanpa keluhan, meski sebagian orang memilih jalan pintas atau menyerah di tengah jalan. “Saya anggap itu masa magang kehidupan,” tuturnya.
Reputasi dan etosnya membuat Gubernur Kalimantan Tengah memanggilnya masuk ke ranah pengawasan penyiaran. Menjadi Komisioner KPID adalah satu hal, tapi dipercaya memimpin lembaga itu adalah bukti kepercayaan atas integritas dan kapasitasnya.
Di bawah kepemimpinannya, KPID Kalteng tak hanya menjadi penjaga etika siaran, tapi juga mitra edukasi publik. Ia percaya, media yang sehat adalah fondasi masyarakat yang tercerahkan.
Namun Ahmada bukan sekadar pejabat. Ia juga aktivis, mentor muda, bahkan penggerak UMKM. Di sela waktu, ia menjabat Ketua HIPAKAD Kota Palangka Raya, Wakil Sekretaris II Gerdayak Provinsi, dan pengurus Perkasi Kalimantan Tengah.
“Kalau ingin daerah maju, jangan hanya menunggu dari atas. Ajak pemuda bergerak dari bawah. Dari desa, dari komunitas, dari pasar,” tegasnya dengan semangat.
Ia pun tak kehilangan waktu untuk menyeimbangkan hidup. Di antara jadwal padat, ia berenang, bertualang, hingga bermain catur. “Main catur itu terapi. Strategi di papan bisa bantu menata strategi kehidupan,” katanya sambil terkekeh.
Ahmada Dahlan adalah bukti bahwa akar yang kuat di tanah desa bisa menumbuhkan pohon besar di ruang publik. Ia menjadikan hidupnya sebagai obor kecil yang menyalakan semangat perubahan, bukan hanya bagi dirinya, tapi bagi generasi muda Kalimantan Tengah.
“Seribu orang tua bisa bermimpi, tapi sepuluh pemuda bisa mengubah dunia,” kutipnya dari Bung Karno—sebuah prinsip yang ia hidupi, bukan sekadar ia ucapkan.
Dari lorong-lorong sempit desa hingga ruang-ruang kebijakan di ibu kota provinsi, Ahmada terus melangkah. Dalam diamnya, dalam kerjanya, dalam keyakinannya—ia adalah bukti bahwa perubahan besar bisa lahir dari mimpi anak desa yang tak menyerah. (Red)