PALANGKARAYA – Kalangan akademik dinilai memiliki peran strategis dalam mengawal implementasi desentralisasi yang efektif dan inklusif di daerah. Perguruan tinggi didorong aktif menjadi pusat riset, edukasi, dan advokasi pengawasan layanan publik.
Hal itu mengemuka dalam Seminar Nasional Desentralisasi sebagai Pilar Transformasi yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR).
“Transformasi dari sistem yang sentralistik menuju pemerintahan yang lebih partisipatif dan berbasis kebutuhan nyata masyarakat harus melibatkan seluruh lapisan, termasuk kelompok marginal, perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas,” ujar Wakil Rektor I UMPR, Chandra Anugrah Putra, belum lama ini.
Ia menambahkan, semangat otonomi daerah harus mengakar dalam kebijakan yang berbasis data dan diarahkan untuk membentuk ketahanan ekonomi lokal serta keterlibatan aktif warga.
Seminar ini menghadirkan Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya, Khairul Muluk, serta Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, yang memberikan pandangan kritis dan mendalam mengenai arah desentralisasi nasional.
Khairul menegaskan bahwa desentralisasi seharusnya tidak berhenti pada teknis administrasi, namun bergerak menuju sistem pelayanan publik yang berbasis kebutuhan nyata warga.
Sementara Najih menyampaikan bahwa universitas perlu mengambil peran dalam memastikan pengawasan berjalan seimbang melalui penelitian dan pelatihan masyarakat sipil.
“Kolaborasi antara kampus dan lembaga pengawasan seperti Ombudsman akan memperkuat kontrol publik terhadap kualitas layanan pemerintah,” katanya.
Najih juga menilai keberadaan kampus lokal sebagai mitra strategis bagi reformasi birokrasi di daerah, terutama dalam memperkuat tata kelola pelayanan.
“Desentralisasi akan berhasil bila diawasi dan dilibatkan oleh semua pihak secara kritis,” tandas Chandra. (Red/Adv)