PALANGKA RAYA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kalimantan Tengah menyoroti cepatnya peningkatan aduan terkait scam dan pinjaman online ilegal. Situasi ini dinilai telah menjadi ancaman yang mengganggu ketahanan ekonomi masyarakat dan memunculkan tekanan sosial baru di berbagai daerah.
Kepala OJK Kalimantan Tengah, Primandanu Febriyan Aziz, menyebut fenomena tersebut sebagai alarm keras bahwa masyarakat kini lebih terpapar risiko kejahatan digital. Para pelaku disebut semakin lihai memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menjebak korban.
“Scam dan pinjol ilegal memberikan tekanan nyata terhadap masyarakat, terutama karena maraknya modus kejahatan yang memanfaatkan celah psikologis dan minimnya literasi digital pada sebagian warga. Peningkatan pengaduan ini menunjukkan bahwa masyarakat sedang berada dalam tekanan ekonomi yang signifikan,” ujarnya pada Rabu (10/12/2025).
Ia menerangkan bahwa meningkatnya aduan tidak dapat disederhanakan sebagai kelalaian masyarakat. Dalam banyak kasus, pelaku telah merancang metode manipulatif yang menyasar kondisi psikologis korban, terutama kelompok rentan seperti perempuan dan warga berpenghasilan rendah.
Primandanu mengungkapkan bahwa 70 persen korban scam dan pinjol ilegal merupakan perempuan. Data tersebut dianggap sebagai indikator bahwa pelaku mengeksploitasi peran domestik dan kebutuhan ekonomi keluarga untuk menggiring korban ke dalam jebakan finansial.
Satgas PASTI Kalimantan Tengah mencatat 224 laporan sepanjang Januari–November 2025, terdiri atas 183 aduan pinjol ilegal dan 41 investasi ilegal. Menurut Primandanu, angka itu menggambarkan betapa mudahnya akses digital dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab.
“Pinjol ilegal memiliki karakteristik yang sangat merusak, mulai dari bunga yang tidak manusiawi, penagihan tidak beretika, hingga intimidasi. Sementara itu, investasi ilegal merugikan masyarakat melalui janji keuntungan tidak logis yang menghilangkan dana tabungan keluarga,” tuturnya.
Data dari Indonesia Anti Scam Centre (IASC) turut mempertegas risiko tersebut, dengan total 2.338 aduan dan kerugian mencapai Rp29,13 miliar antara November 2024 hingga 30 November 2025. Dampak kerugian tidak hanya finansial, tetapi juga merusak stabilitas rumah tangga.
Pengaduan terbanyak tercatat di Kota Palangka Raya, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, dan Kapuas. Daerah dengan akses digital padat dinilai menjadi target empuk penyebaran modus ilegal.
Untuk meminimalkan dampak, OJK Kalteng terus menggencarkan edukasi kepada masyarakat, termasuk pelajar, mahasiswa, komunitas lokal, dan aparat pemerintahan. Namun, Primandanu menilai perlindungan tidak dapat berdiri sendiri tanpa kolaborasi yang kuat.
“Ketika masyarakat aman dari tipu daya keuangan ilegal, maka fondasi ekonomi keluarga akan semakin kuat dan pembangunan daerah dapat berjalan lebih solid,” tandas Primandanu. (Red/Adv)













