UPR Kenalkan Pengolahan Kulit Semangka Jadi Teh Bernilai Ekonomi di Desa Henda

FOTO Ist. : Tim PDPPM-LPPM UPR berfoto bersama di selah kegiatan Pelatihan Olahan Semangka di Desa Henda
banner 728x90

PULANG PISAU – Upaya menguatkan peran perguruan tinggi dalam pemberdayaan masyarakat kembali diwujudkan Tim Program Dosen Pendamping Pemberdayaan Masyarakat (PDPPM) LPPM Universitas Palangka Raya (UPR) 2025 melalui pelatihan pembuatan teh kulit semangka serta pencatatan keuangan sederhana bagi warga Desa Henda, Kabupaten Pulang Pisau, Minggu, 28 September 2025 lalu.

Bacaan Lainnya

Kegiatan yang menjadi bagian dari implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi ini dipimpin Pratiwi Hamzah, S.M., M.M., Dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPR, bersama anggota tim Dr. Hj. Revi Sunaryati, M.M., dari Fakultas Pertanian; Dr. Meitiana, M.M., dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis; serta mahasiswa pendamping Ela Afrida Purba dan Halima.

Ketua Tim, Pratiwi Hamzah, S.M., M.M., menjelaskan bahwa pelatihan ini diarahkan untuk memberikan pengetahuan praktis kepada masyarakat Desa Henda, yang selama ini mengandalkan mata pencaharian dari pertanian semangka. “Kami melihat potensi luar biasa yang dapat dikembangkan masyarakat Desa Henda, namun perkembangan tersebut sering terhambat oleh minimnya keterampilan pascapanen. Pelatihan ini menjadi jembatan agar masyarakat dapat mengolah hasil panen secara mandiri dan bernilai,” ujarnya.

Menurut Pratiwi, persoalan utama yang dihadapi petani setempat berkaitan dengan ketergantungan pada tengkulak. Ketergantungan ini membuat pendapatan petani tidak stabil dari satu musim ke musim berikutnya karena harga sering tidak berpihak pada petani. Banyak ibu rumah tangga yang mencoba mengembangkan usaha kecil pun menemui kebuntuan karena tidak terbiasa membuat pencatatan keuangan.

FOTO Ist.: Suasana pelatihan pembuatan teh kulit semangka bersama warga Desa Henda.

Selain itu, Pratiwi menilai kurangnya hilirisasi berbasis rumah tangga menjadi salah satu faktor penyebab nilai ekonomi semangka tidak meningkat. Sebagian besar buah yang rusak, kelebihan panen, atau tidak masuk standar pasar hanya dibiarkan membusuk tanpa diolah menjadi produk turunan yang dapat bernilai.

Ia menambahkan, limbah kulit semangka yang terus menumpuk pada musim panen juga menjadi permasalahan serius dari sisi lingkungan. Tanpa pengolahan, limbah tersebut dapat menimbulkan bau, mengganggu kebersihan, serta berpotensi mencemari lingkungan warga. Belum adanya praktik pengelolaan limbah berbasis konsep zero waste menyebabkan potensi pengolahan limbah belum dimaksimalkan.

“Padahal limbah kulit semangka menunggu untuk dimanfaatkan, dan jika diolah, dapat menjadi produk bernilai ekonomi. Ini yang ingin kami perkenalkan kepada warga,” ujarnya lagi.

Pada sesi pelatihan, tim PDPPM mengajarkan cara mengolah kulit semangka menjadi teh siap konsumsi. Prosesnya menggunakan teknik sederhana yang dapat diterapkan masyarakat tanpa memerlukan peralatan mahal. Selain itu, tim juga memberikan materi tentang pentingnya pencatatan keuangan rumah tangga bagi pelaku usaha mikro untuk memastikan usaha berjalan dengan terarah dan terukur.

Pratiwi menegaskan bahwa pemberian keterampilan dasar keuangan menjadi bekal penting bagi masyarakat agar usaha kecil dapat bertahan dan berkembang. Masyarakat diajarkan cara mencatat arus kas, menghitung keuntungan, serta mengelola modal secara efisien.

Pada kesempatan yang sama, perwakilan petani Desa Henda, Wawan, mengapresiasi kegiatan tersebut dan menyatakan bahwa pelatihan ini membuka sudut pandang baru bagi masyarakat. “Selama ini, limbah kulit semangka hanya menjadi sampah. Melalui pelatihan ini kami mendapatkan sudut pandang baru bahwa bahan tersebut dapat diolah menjadi produk berguna dan layak jual bagi masyarakat,” ungkapnya.

Menurut Wawan, materi pencatatan keuangan sederhana juga sangat membantu ibu-ibu rumah tangga dalam mengelola usaha rumahan. Ia menilai kemampuan ini membuat masyarakat lebih percaya diri mengembangkan usaha kecil karena memiliki dasar administrasi yang jelas. “Banyak usaha rumah tangga gagal bukan karena produk kurang bagus, tetapi karena tidak ada catatan keuangan yang jelas. Pelatihan ini memberikan solusi penting,” ungkapnya lagi.

Wawan berharap kegiatan pendampingan seperti ini dapat berlanjut secara berkesinambungan agar masyarakat Desa Henda dapat mengembangkan hasil pertanian mereka secara lebih kreatif dan mandiri.

“Kami ingin mengubah cara kami melihat pertanian, dari hanya menjual buah mentah menjadi menghasilkan produk olahan yang bernilai tinggi. Pendampingan seperti ini membuat kami lebih percaya diri untuk memulai,” tandas Wawan. (Red/Adv)

+ posts

Pos terkait