Pesparani I Kalteng Jadi Ajang Pembinaan Moral Dan Penguatan Persaudaraan

FOTO Ist.: Gubernur Kalimantan Tengah Agustiar Sabran saat membuka Pesparani I Kalteng.
banner 728x90

PALANGKA RAYA – Pembukaan Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik (Pesparani) I Tingkat Kalimantan Tengah oleh Gubernur Agustiar Sabran di Palangka Raya, Jumat (21/11/2025) malam, berlangsung meriah dan penuh semangat kebersamaan. Kegiatan ini diikuti peserta dari seluruh kabupaten dan kota se-Kalteng.

Bacaan Lainnya

Dalam acara itu, hadir Uskup Keuskupan Palangka Raya Mgr. Aloysius M Sutrisnaatmaka, Ketua Umum LP3KN Muliawan Margadana, Ketua Panitia Sutoyo, serta unsur pemerintah daerah. Seluruh peserta tampak antusias mengikuti rangkaian pembukaan yang sarat nilai religius dan budaya.

Ketua Umum LP3KN Muliawan Margadana menyampaikan bahwa Pesparani harus dimaknai lebih dari sekadar kompetisi musik gerejani. Menurutnya, kegiatan ini adalah gerakan budaya, pembinaan iman, sekaligus ruang memperkuat karakter generasi muda Katolik.

“Sebuah gerakan yang memupuk generasi muda Katolik Kalimantan Tengah agar semakin berakar pada iman, berbudaya mulia, mencintai tanah air, teguh dalam persaudaraan, dan mampu menjadi teladan harmoni di tengah keragaman masyarakat,” jelasnya, Jumat (21/11/2025).

Ia menuturkan, Kalimantan Tengah memiliki banyak nilai luhur yang menjadi fondasi kehidupan masyarakat, seperti Belom Bahadat, Handep, Hinting Pali, dan Huma Betang. Nilai itu bukan hanya tradisi, tetapi struktur etika yang mengatur kehidupan bermasyarakat.

“Provinsi ini memiliki nilai Belom Bahadat yang meneguhkan manusia agar hidup bermartabat, disertai nilai Handep sebagai upaya mengajarkan untuk berdiri bersama,” katanya.

Nilai Hinting Pali dan Huma Betang juga menjadi pedoman penting yang mengingatkan batas moral sekaligus menegaskan bahwa keberagaman adalah ruang persaudaraan yang harus dirawat bersama.

“Nilai-nilai itu bukan sekadar tradisi, melainkan bagian dari arsitektur etika masyarakat di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai-Bumi Pancasila menjadi dan telah menopang hidup ratusan tahun,” ujarnya.

Pesparani, kata Muliawan, berdiri di atas nilai-nilai tersebut dan membuktikan bahwa iman Katolik mampu berakar dalam kebudayaan lokal tanpa meninggalkan identitasnya. Ia menegaskan bahwa hal ini merupakan kekuatan yang harus terus dijaga di tengah tantangan modernitas.

“Di tengah derasnya arus modernitas dengan segala tantangan moral dan sosialnya, Pesparani pun turut hadir sebagai ruang penjernihan hati, tempat generasi muda ditempa dalam disiplin, kejujuran, kecintaan terhadap budaya, serta kepedulian kepada sesama,” ungkapnya.

Ia mengatakan musik gerejani tidak hanya menjadi hiburan, tetapi sarana pembentukan kepekaan sosial. Karena itu, lantunan paduan suara Pesparani menjadi simbol denyut nadi Kalimantan Tengah yang menyatukan budaya Dayak dan umat Katolik.

“Ketika paduan suara bergema nantinya di Pesparani Kalteng ini, kita tidak hanya mendengar nyanyian liturgi, tetapi juga mendengar denyut nadi Kalimantan Tengah yang mempersatukan budaya Dayak dengan cinta umat Katolik Indonesia,” ujarnya.

Menurut Muliawan, kehadiran para pemimpin daerah di acara pembukaan menjadi pesan kuat bahwa pembangunan bangsa memerlukan pondasi spiritualitas, budi pekerti, serta pembinaan karakter yang berkelanjutan.

“Kehadiran itu meneguhkan pembangunan bangsa tidak hanya mengurus fisik dan teknologi, tetapi juga menata karakter, budi pekerti dan spiritualitas sebagai fondasi peradaban,” tandas Muliawan. (Red/Adv)

+ posts

Pos terkait