PALANGKARAYA – Pemerintah Kota Palangka Raya menggelar Focus Group Discussion (FGD) penyusunan naskah akademik sebagai tahap awal pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Langkah ini menjadi penegasan bahwa mitigasi bencana kini masuk dalam prioritas kebijakan kota.
FGD tersebut merupakan bagian dari upaya menerjemahkan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yang mengatur bahwa penanggulangan bencana harus direncanakan dan dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pemerintah daerah diwajibkan membangun regulasi yang menjamin pelaksanaan mitigasi dapat dilakukan secara terarah.
Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kota Palangka Raya, Yohn Benhur G. Pangaribuan menyatakan bahwa penyusunan regulasi PRB tidak bisa ditunda karena risiko bencana di Kota Palangka Raya semakin kompleks.
“Konsep PRB mencakup pemetaan kerentanan, penguatan kapasitas masyarakat, pengurangan ancaman, hingga penyusunan kebijakan yang terintegrasi lintas sektor dan wilayah,” ujarnya dalam kegiatan FGD di Aula Luwansa Hotel Kota Palangka Raya, baru-baru ini.
Benhur memaparkan bahwa berbagai pemangku kepentingan harus terlibat dalam PRB. Tidak hanya perangkat pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat mulai dari komunitas lokal, dunia usaha, akademisi, hingga pemerintah pusat yang memiliki sumber daya dan kapasitas berbeda.
“Kolaborasi ini juga memerlukan platform koordinasi yang solid untuk memastikan kebijakan berjalan selaras,” ungkap Benhur.
Ia menjelaskan, Kota Palangka Raya memiliki risiko tinggi terhadap bencana seperti banjir dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kedua jenis bencana ini menjadi ancaman rutin yang menimbulkan kerugian materiil sekaligus mengganggu aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat.
Selain itu, perubahan penggunaan lahan yang terus meningkat dan bertambahnya jumlah penduduk memperbesar potensi terjadinya bencana secara berulang. Perubahan iklim juga memberikan dampak signifikan terhadap intensitas dan frekuensi bencana di wilayah tersebut.
“Karena itu, penyusunan Raperda PRB ini mendesak dan harus berlandaskan kajian akademik yang komprehensif. Ke depannya Raperda ini menjadi landasan penguatan mitigasi bencana di Kota Palangka Raya yang mampu menciptakan sistem ketahanan bencana yang lebih efektif, berkelanjutan, serta berbasis partisipasi aktif masyarakat,” tambahnya.
FGD ini dihadiri sejumlah akademisi dan perwakilan organisasi yang memiliki keahlian dalam kajian kebencanaan. Mereka memberikan masukan terkait data, analisis risiko, dan strategi mitigasi yang relevan dengan perkembangan kota.
Berbagai saran yang masuk diharapkan menjadi bahan penguatan regulasi sehingga raperda yang lahir nantinya benar-benar dapat menjawab kebutuhan dan tantangan daerah.
Dengan adanya forum diskusi ini, proses penyusunan raperda semakin terarah dan melibatkan berbagai perspektif keilmuan. “Langkah ini penting untuk memastikan kebijakan mitigasi benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat secara menyeluruh,” tandas Benhur. (Red/Adv)













