Inovasi Hilirisasi Riset Perikanan Wujudkan Kemandirian Indonesia

FOTO Ist.: Suasana Seminar Nasional ke-16 dan Pertemuan Ilmiah ke-17 MPHPI di Universitas Palangka Raya.
banner 728x90
Bacaan Lainnya

“Kami menempatkan hilirisasi riset sebagai komitmen utama universitas. Tidak cukup hanya menghasilkan publikasi, tetapi juga teknologi, model bisnis, dan solusi kebijakan berbasis ilmu pengetahuan,” tegas Natalina.

Ia menambahkan, UPR berkomitmen memperkuat kemitraan penta helix—melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media—guna menghasilkan inovasi yang unggul secara ilmiah, relevan secara sosial, dan kompetitif secara ekonomi.

Ketua Umum MPHPI sekaligus akademisi IPB University, Prof. Dr. Ir. Nurjanah, M.S., yang turut hadir, menilai bahwa percepatan hilirisasi dan komersialisasi hasil riset sangat diperlukan agar hasil penelitian tidak berhenti di meja laboratorium.

“Sudah saatnya riset menjadi jembatan antara kampus dan industri. Hilirisasi adalah jalan untuk menjembatani kerja sama lintas sektor dan mendorong lahirnya inovasi bernilai ekonomi tinggi,” ungkap Prof. Nurjanah.

Ia menambahkan, saat ini MPHPI memiliki sekitar 500 anggota aktif dan akan terus memperluas kolaborasi dengan pendekatan penta helix agar lebih inklusif dan produktif.

Dalam kesempatan yang sama, Ir. Ishartini, Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BP2MHKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menyampaikan keynote speech mewakili Menteri KKP. Ia menegaskan bahwa KKP tengah menata ulang kebijakan sektor kelautan dan perikanan berbasis blue economy sebagai arah pembangunan berkelanjutan.

FOTO Ist.: Suasana Seminar Nasional ke-16 dan Pertemuan Ilmiah ke-17 MPHPI di Universitas Palangka Raya.

“Kami menjalankan lima pilar utama: penangkapan ikan berbasis kuota, budidaya berkelanjutan, pengelolaan pesisir dan pulau kecil, pengendalian sampah plastik laut, serta pengembangan kampung nelayan Merah Putih. Kebijakan ini membuka ruang luas bagi kolaborasi perguruan tinggi dan asosiasi profesi seperti MPHPI,” jelas Ishartini.

Ia menambahkan bahwa hilirisasi produk perikanan bernilai tinggi seperti gelatin, kolagen, dan kultur jaringan menjadi fokus baru pengembangan ekonomi biru Indonesia.

Sementara itu, Prof. Dr. Eddy Suprayitno memaparkan potensi ikan gabus sebagai sumber albumin yang dapat dikembangkan menjadi produk pangan olahan seperti cookies ikan gabus. Menurutnya, inovasi ini memiliki nilai gizi tinggi dan prospek ekonomi yang menjanjikan bagi masyarakat.

“Ikan gabus (Channa striata) dikenal memiliki kandungan albumin tinggi yang berperan penting dalam mempercepat penyembuhan luka, menjaga daya tahan tubuh, serta memperbaiki jaringan sel. Melalui pengolahan menjadi cookies, kandungan gizi tersebut tetap terjaga dan mudah dikonsumsi,” ujar Prof. Eddy.

Ia menambahkan, produk olahan seperti cookies ikan gabus mampu menjembatani kebutuhan masyarakat modern akan pangan fungsional yang sehat, lezat, dan praktis dikonsumsi setiap hari.

Kegiatan ini juga dirangkai dengan pelantikan pengurus MPHPI Korwil Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, sesi pemaparan ilmiah dengan 58 pemakalah dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga riset di Indonesia, serta pameran produk inovasi hasil karya dosen, mahasiswa, dan pelaku industri.

Menutup kegiatan, Dr. Firlianty menyampaikan harapan agar forum ini menjadi awal kolaborasi berkelanjutan di bidang riset, pendidikan, dan inovasi perikanan.

“Dari Palangka Raya, kami ingin mengirim pesan bahwa masa depan perikanan Indonesia ada di tangan riset, inovasi, dan kerja sama yang berkelanjutan. Dengan kolaborasi lintas sektor, kita bisa mewujudkan perikanan yang mandiri, inovatif, dan menyejahterakan,” tandas Firlianty. (Red/Adv)

+ posts

Pos terkait