Sementara itu, Ketua Tim Kunjungan Panja Revisi UU Sisdiknas yang juga Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dr. Hj. Kurniasih Mufidayati, M.Si., menuturkan bahwa kunjungan ke Universitas Palangka Raya merupakan bagian dari rangkaian komunikasi publik yang dilakukan Panja dalam menjaring aspirasi masyarakat pendidikan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Menurut Kurniasih, lebih dari dua dekade penerapan UU Sisdiknas menunjukkan berbagai permasalahan yang perlu diperbarui agar sistem pendidikan nasional mampu merespons tantangan zaman secara komprehensif dan terintegrasi.
“Komisi X DPR RI menemukan bahwa persoalan pendidikan tidak hanya bersumber dari pelaksanaan UU Sisdiknas, tetapi juga tumpang tindih dengan berbagai regulasi lain seperti UU Pendidikan Tinggi, UU Guru dan Dosen, serta UU Pesantren. Karena itu, revisi kali ini dilakukan dengan pendekatan kodifikasi agar seluruh aturan bidang pendidikan terhimpun dalam satu payung hukum yang harmonis,” jelas Kurniasih.
Ia menerangkan bahwa metode kodifikasi ini bertujuan menyatukan seluruh ketentuan yang selama ini tersebar ke dalam satu sistem hukum terpadu. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta kepastian hukum, kemudahan akses, dan konsistensi kebijakan di seluruh jenjang pendidikan nasional.
“Langkah ini memang tidak sederhana. Kami harus meninjau seluruh regulasi pendidikan dengan cermat, menyeluruh, dan hati-hati. Namun kami yakin, hasilnya akan menciptakan sistem pendidikan nasional yang lebih kuat dan relevan dengan tantangan global,” tuturnya.
Dalam dialog tersebut, hadir pula perwakilan LLDIKTI Wilayah XI, pimpinan perguruan tinggi swasta, asosiasi dosen, serta lembaga pendidikan lainnya. Para peserta menyampaikan sejumlah pandangan strategis mengenai isu otonomi akademik, sistem pendanaan, dan penerapan sistem multi-entry serta multi-exit di pendidikan tinggi.
Kurniasih mengungkapkan bahwa draf RUU Sisdiknas memuat 15 bab dan 215 pasal dengan 12 pokok perubahan besar. Di antaranya perluasan wajib belajar menjadi 13 tahun, penyempurnaan sistem pendanaan, peningkatan kesejahteraan guru dan dosen, serta penguatan peran pendidikan keagamaan dan pesantren.
Selain itu, revisi juga menyoroti transformasi digital, perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi di lingkungan pendidikan, serta afirmasi bagi kelompok marjinal seperti masyarakat di daerah 3T dan penyandang disabilitas.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu, tanpa terkendala latar belakang ekonomi, sosial, atau geografis,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa komunikasi publik yang dilakukan Panja bukan sekadar kegiatan seremonial, melainkan langkah substantif agar rancangan revisi UU ini benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat pendidikan.
“Kami ingin suara kampus, para dosen, mahasiswa, dan praktisi pendidikan benar-benar terdengar dalam proses revisi ini. Semua masukan akan kami rangkum dan bahas di tingkat Panja untuk memastikan hasil akhirnya komprehensif dan berpihak pada kemajuan bangsa,” paparnya.
Dalam sesi diskusi, sejumlah peserta menyoroti pentingnya riset dan inovasi di perguruan tinggi dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 dan globalisasi. Kurniasih menilai, pendidikan tinggi harus menjadi pusat inovasi dan pengembangan sumber daya manusia unggul.
“Perguruan tinggi tidak boleh tertinggal dalam inovasi dan kolaborasi global. Revisi UU ini diharapkan memberi ruang bagi kampus untuk lebih kreatif, otonom, dan kompetitif dalam menghasilkan karya serta solusi bagi masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa RUU Sisdiknas juga akan memuat rencana induk pendidikan nasional sebagai pedoman pembangunan pendidikan jangka panjang. Dokumen tersebut menjadi panduan bagi seluruh lembaga pendidikan agar arah kebijakan tetap konsisten dan berkelanjutan.
“Rencana induk pendidikan nasional ini akan menjadi fondasi kebijakan yang memastikan arah pembangunan pendidikan kita konsisten dan berkelanjutan,” jelasnya.
Kegiatan kunjungan Panja Revisi UU Sisdiknas di Universitas Palangka Raya berlangsung dinamis dan produktif. Ragam gagasan serta masukan akademik menjadi bahan berharga bagi DPR RI dalam penyempurnaan revisi undang-undang tersebut.
“Kami berharap, revisi UU ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat sistem pendidikan nasional yang inklusif, berkeadilan, dan relevan dengan tuntutan masa depan,” tandas Kurniasih. (Red/Adv)













