PALANGKA RAYA – Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Siti Nafsiah, menegaskan bahwa pemerintah daerah harus segera mengambil langkah tegas terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang belum memenuhi kewajiban pembangunan kebun plasma bagi masyarakat.
Ia menilai, kewajiban tersebut merupakan amanat hukum sekaligus bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada warga di sekitar wilayah operasional.
“Plasma bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan bagian dari keadilan ekonomi bagi masyarakat lokal yang terdampak aktivitas perkebunan. Sudah saatnya pemerintah bersikap tegas,” ujar Nafsiah, Sabtu (1/11/2025).
Dari hasil pemantauan DPRD Kalteng, banyak perusahaan yang hingga kini belum menjalankan kewajiban plasma secara optimal.
Berdasarkan data spasial, wilayah Zona Barat menjadi daerah dengan tingkat ketidakpatuhan tertinggi, disusul Zona Tengah dan Zona Timur.
Ia memaparkan, akumulasi luas Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang belum diikuti pembangunan plasma mencapai ratusan ribu hektare.
Artinya, potensi kebun plasma minimal sebesar 20 persen yang seharusnya dimiliki masyarakat masih tertunda realisasinya.
“Jika dikelola dengan baik, lahan plasma ini bisa menjadi sumber penghasilan berkelanjutan bagi masyarakat desa,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar ini menekankan bahwa dasar hukum terkait kewajiban plasma sudah sangat kuat.
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 98 Tahun 2013 beserta perubahannya, diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2021, serta Permentan Nomor 18 Tahun 2021.
“Pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk menindak perusahaan yang tidak taat. Mulai dari pembinaan, pemberian sanksi administratif, hingga penghentian izin usaha bila ketidakpatuhan terus berlanjut,” tegas Nafsiah.
Ia juga mendorong agar evaluasi terhadap realisasi plasma dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat serta lembaga terkait, guna mencegah praktik manipulasi data atau klaim sepihak dari perusahaan.
“Transparansi sangat penting agar masyarakat tahu sejauh mana hak mereka benar-benar dipenuhi,” katanya.
Selain itu, Nafsiah mengingatkan bahwa kewajiban plasma bukan hanya soal kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga bagian dari komitmen pembangunan berkelanjutan.
Dengan adanya kebun plasma, kesejahteraan masyarakat dapat meningkat, konflik lahan bisa diminimalkan, dan hubungan antara perusahaan serta warga menjadi lebih harmonis.
“Ketegasan pemerintah dan kesadaran perusahaan dalam menjalankan kewajiban plasma akan menciptakan iklim investasi yang lebih sehat dan berkeadilan di Kalimantan Tengah,” pungkasnya. (*)













