Langkah Terpadu Konservasi Orangutan Dikaji Ulang di Kalteng

banner 468x60

PALANGKARAYA – Upaya pelestarian orangutan di Kalimantan Tengah kembali menjadi perhatian utama dalam kegiatan “Orangutan Regional Meeting” yang berlangsung selama dua hari pada 23–24 Juni 2025 di Hotel Bahalap Palangka Raya. Acara ini digelar oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah bersama Pemerintah Provinsi Kalteng dan berbagai mitra konservasi.

Kepala BKSDA Kalteng, Andi Muhammad Kadhafi, menuturkan bahwa pertemuan ini diadakan untuk mengumpulkan informasi terbaru mengenai kondisi populasi dan habitat orangutan Kalimantan sebagai bahan penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Regional.

“Kita menghadapi tantangan pelestarian yang kompleks sehingga perlu upaya kolaboratif dan terkoordinasi antara pemerintah, organisasi konservasi, perguruan tinggi, swasta, dan masyarakat lokal guna menjaga eksistensi orangutan di Kalimantan Tengah,” kata Kadhafi, Senin (23/6/2025).

Bacaan Lainnya

Andi menyebutkan, data terakhir yang menjadi acuan saat ini berasal dari PHVA 2016, yang pengumpulan datanya telah dilakukan sejak 2014, sehingga tidak lagi relevan dengan kondisi terbaru di lapangan.

Perubahan ekosistem serta bertambahnya tekanan terhadap habitat orangutan menjadi dasar penting untuk melakukan pemutakhiran data berbasis bukti, guna menyesuaikan arah dan metode konservasi ke depan.

Pertemuan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan mulai dari kementerian terkait, akademisi, NGO nasional dan internasional, hingga sektor swasta dan lembaga konservasi.

Beberapa nama yang turut hadir antara lain FORKAH, FORINA, BOS Foundation, BNF, WWF Indonesia, serta Universitas Palangka Raya, dengan beragam agenda penting yang dibahas secara menyeluruh.

Agenda utama mencakup prediksi populasi sepuluh tahun mendatang, pemetaan habitat, hingga evaluasi dan finalisasi draft SRAK Kalteng yang nantinya dijadikan rujukan kerja konservasi lima tahun ke depan.

Kegiatan ini juga diisi dengan pengukuhan pengurus Forum Konservasi Orangutan dan Habitatnya (FORKAH) periode 2025–2030, yang diharapkan mampu memperkuat kolaborasi lintas lembaga.

“Dengan konservasi yang terintegrasi, kita bukan hanya menjaga orangutan, tetapi juga merawat ekosistem hutan sebagai penyangga kehidupan manusia,” tandas Andi. (Red/Adv)

+ posts

Pos terkait