PALANGKARAYA – Kebijakan pemotongan tarif listrik sebesar 50 persen sejak Januari 2025 memberikan pengaruh signifikan terhadap laju inflasi di Kalimantan Tengah. Penurunan harga listrik menjadi penyumbang utama deflasi pada awal tahun ini, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Tengah.
“Kami mencatat kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga mengalami penurunan indeks sebesar 11,23 persen selama Januari 2025,” ungkap Kepala BPS Kalteng, Agnes Widiastuti, dalam rilis resmi Inflasi Januari 2025, baru-baru ini.
Selain dari sektor hunian dan energi, penurunan harga juga tercatat pada sektor transportasi yang mengalami deflasi sebesar 0,31 persen. Kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan pun turut mengalami deflasi meski tipis, yakni sebesar 0,06 persen.
“Tarif listrik menjadi komoditas dengan andil terbesar dalam deflasi bulan Januari, yakni sebesar 1,52 persen,” jelas Agnes lebih lanjut.
Komoditas lain yang berkontribusi terhadap deflasi meliputi bawang merah dengan andil 0,03 persen, disusul ikan nila dan tomat masing-masing 0,03 dan 0,02 persen, serta ikan pada sebesar 0,02 persen.
Meski demikian, secara tahunan Kalimantan Tengah masih mencatatkan inflasi sebesar 0,28 persen. Tekanan inflasi ini berasal dari naiknya harga makanan, minuman, dan tembakau sebesar 2,98 persen, serta kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,68 persen.
Dari empat wilayah pemantauan inflasi di Kalteng, tiga di antaranya mengalami deflasi secara bulanan, yakni Palangka Raya 0,89 persen, Sampit 0,74 persen, dan Sukamara 0,67 persen. Sementara Kapuas mencatat inflasi sebesar 0,11 persen.
“Jadi, kebijakan diskon tarif listrik ini menjadi faktor utama dalam menekan harga barang dan jasa, yang berdampak pada berkurangnya tekanan inflasi di wilayah Kalteng,” tandas Agnes. (Red/Adv)